Laman

Kamis, 04 Agustus 2016

BRUTUS YANG KIKIR



Brutus adalah seorang petani gandum yang sangat kuat dan gagah, tubuhnya besar dan berotot. Lahan gandum yang luas ia garap sendiri tanpa bantuan siapapun. Di suatu panen yang sangat melimpah, Brutus menjadi sangat bahagia dan menceritakan pada kawan-kawannya bahwa dia lah petani paling hebat di desa itu. “Tak ada seorangpun yang bisa menandingi hasil panen gandum yang aku punya! Hahaha!” kata Brutus dengan sombong.
          Kawan-kawannya yang mendengarkan hal itu juga merasa senang karena mereka tidak lagi khawatir kekurangan gandum untuk musim paceklik mendatang. Mereka berpikir Brutus akan membagikan hasil panen gandumnya kepada mereka. “Kalau memang banyak gandum yang berhasil kau panen, bagilah sedikit untuk kami. Perkebunan kami terserang hama, jadi kami sekarang kekurangan makanan. Sedangkan musim paceklik sudah hampir tiba” kata salah seorang kawannya. Dengan nada bicara agak tinggi Brutus menjawab “Enak saja kalian meminta hasil panenku! Akulah yang menanam dan merawatnya, jadi kalian harus membelinya!”. Mendengar hal itu, salah seorang kawan Brutus menawarkan barter. “Kalau kau mau menjual gandum itu, bagaimana kalau kutukar dengan seekor kambingku? Aku sudah tidak punya uang lagi”. “Tidak bisa! Harga gandumku mahal! Kalian harus menukarnya dengan sepuluh ekor kambing atau seekor sapi jika ingin membeli satu genggam gandumku”. Dengan perasaan kecewa, kawan-kawan Brutus memutuskan untuk tidak membeli gandum dari Brutus karena harganya terlalu mahal dan mereka sudah hampir tidak punya apa-apa lagi.
          Suatu hari di musim paceklik, Brutus melihat-lihat lagi gandum yang ia simpan dalam sebuah lumbung besar dan kokoh. “Tak ada seorangpun yang boleh menikmati semua gandum ini kecuali diriku sendiri” kata Brutus dalam hati sambil tersenyum bangga pada dirinya sendiri. Lumbung itu ia pasangi banyak jebakan supaya tidak ada yang bisa mencurinya. Brutus pikir apa yang telah ia lakukan akan menjamin keamanan gandumnya yang melimpah itu. “Dengan begini aku bisa tidur dengan tenang tanpa khawatir kelaparan” Brutus bergumam dalam hati tanpa memikirkan nasib kawan-kawannya yang sedang kekurangan makanan.
          Keesokan harinya, angin disekitar rumah Brutus bertiup dengan kencang, rupanya badai yang sangat dahsyat terjadi. Brutus jadi khawatir dan melihat lumbung gandumnya dari jendela rumah. Alangkah terkejutnya ia, ternyata angin yang sangat deras menerbangkan lumbungnya dan menghamburkan semua gandum yang ia punya. “Jangan terbang! Jangan tebang!” Teriak Brutus sambil menangis. Namun apa daya, semua gandum yang ia banggakan sudah hilang entah kemana.
            Brutuspun tak lagi punya persediaan makanan dan menyesali kesombongannya. Dengan perasaan bersalah ia mau minta maaf kepada kawan-kawannya. Betapa beruntungnya Brutus memiliki kawan yang pemaaf, mereka malah mengajak Brutus makan bersama mereka. “Tak apa Brutus, kami semua memaafkanmu. Sekarang makanlah hasil pancingan kami”. “Terima kasih kalian telah mau berbagi makanan denganku, padahal kalian juga kekurangan makanan. Akan aku balas semua jasa kalian dengan membagikan setengah hasil panenku di musim mendatang”. Kata Brutus. Sejak saat itu merekapun berjanji untuk saling membantu dalam hal apapun.

0 Komentar:

Posting Komentar